Tradisi "SALAMA LOKO" dalam pandangan asas Religio Magis Suku Mbojo
Sumber : Sutan Kayo Edision, 2017
Suku mbojo merupakan suku yang terdapat diwilayah kota Bima
tepatnya di bagian timur Pulau Sumbawa
pada posisi 118°41'00"-118°48'00" Bujur Timur dan
8°20'00"-8°30'00" Lintang Selatan (wikipedia.org)
Dalam masyarakat suku Mbojo terdapat
asas-asas hukum adat yang menjadi ciri khas dari tradisi masyarakat suku Mbojo . Adapun salah
satu Asas hukum adat pada masyarakat suku mbojo tersebut yaitu Asas Religio
Magis. Asas Religio Magis (Magisch-Religieus) adalah suatu asas yang dijadikan
oleh masyarakat suku mbojo dalam menjalankan segala aktivitasnya khususnya
dalam persoaalan tradisi dan adat yang ada diwilayah tertentu.
Asas Religio Magis tersebut
merupakan asas dimana masyarakat berpandangan bahwa sesuatu yang dilakukan
sangat berkaitan erat dengan hal-hal diluar kendali manusia. Hal ini berkaitan
dengan alam gaib atau yang tidak bisa
dipandang oleh mata. Menurut Ragiwino (2008) bahwa bawah Arti asas Relegieus Magis adalah :
1.
Bersifat
kesatuan batin
- Ada kesatuan dunia lahir dan dunia gaib
- Ada hubungan dengan arwah-arwah nenek moyang dan makluk-makluk
- Halus lainnya.
- Percaya adanya kekuatan gaib
- Pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang
- Setiap kegiatan selalu diadakan upacara-upacara relegieus
- Percaya adnya roh-roh halus, hatu-hantu yang menempati alam semesta
- Seperti terjadi gejala-gejala alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, batu dan
- Lain sebagainya.
- Percaya adanya kekuatan sakti
- Adanya beberapa pantangan-pantangan
Berdasarkan
pendapat di atas, maka dalam masyarakat suku mbojo adapun asas Relegieus Magis tersebut dapat dilihat
pada beberapa tradisi dalam hukum adat suku mbojo salah satunya adalah ada pada
tradisi "salama loko".
Salama Loko (Selamatan Perut)
sumber : Kampung Media, 2016
Salaman loko merupakan sebuah hukum
adat dalam masyarakat suku mbojo, sebab masyarakat diwajibkan untuk
melakukannya bagi seorang ibu hamil yang baru pertama kali megandung.
Adapun prosesi salama loko
(Selamatan Perut) ini adalah sbb :
a.
Prosesi Menggelar
Tujuh Lapis Sarung (Sembari Berdo’a)
Dalam hal ini Tuju Lapis sarung
kemudian ditutupi dengan kain putih. Pada setiap lapis sarung disimpan uang
perak dan beras kuning. Tujuh lapis sarung sebagai simbol tujuh lapis langit
dan tujuh lapis tanah tempat manusia hdup di dunia. Tujuh lapis sarung juga
mengandung makna bahwa manusia akan mengalami kehidupan dalam tujuh tahap yaitu
masa dalam kandungan, masa bayi, masa anak – anak, masa dewasa, masa tua, hidup
di alam kubur dan yang terakhir hidup di alam baqa (akhirat). Kain putih
sebagai simbol keikhlasan seorang ibu dalam mengasuh dan mendidik putra – putri
serta dalam mengemban tugas sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga. Beras
kuning adalah lambang kesejahteraan dan kejayaan keluarga dan uang perak
mengandung makna sebagai modal dalam kehidupan.(Kampung Media, 2016)
b.
Maci Oi Ndeu
(manis air mandi)
Maci Oi Ndeu dalam ini yaitu
kegiatan dimana ibu hamil dalam tradisi tersebut akan dimandikan. Namun,
pemandian tersebut dihadiri Sando Nggana (Dukun Beranak) juga para ibu-ibu
dalam dalam wilayah ata kelompok masyarakat tersebut. Sando Nggana dan beberapa
ibu-ibu yang telah datang ditunjuk beberapa orang untuk memandikan ibu hamil
dalam tradisi salam loko tersebut. Waktu pemandian dilakukan pukul 09.00
diyakini oleh masyarakat setempat waktu tersebut merupakan waktu yang tepat
untuk memandikan seorang bayi. Namun dewasa ini kecanggihan zamn dan tekhnologi
menuntut masyarakat tidak hanya mengandalkan dukun beranak yang disebut sando nggana melainkan juga melibatkan
ilmu modern seperti dihadirkan pula bidan yang juga memiliki ilmu yang
memumpuni dalam rangka mengetahui kondisi bayi dalam kandungan. Sebelum
dilaksanakan Maci Oi ndeu tersebut para tamu undangan (ibu-ibu dan duku beranak
serta bidan). Dalam pemandian bahan yang digunakann adalah sbb : Wunta Mundu (
kembang melati), Wunta Kananga ( kembang kenanga) dan wunta jampaka (
kembang cempaka). Hal itu dilakukan sebagai simbol pengharapan seluruh keluarga
agar sang ibu bersama sang bayi beserta seluruh keluarga mampu mengharumkan
nama sanak saudara dan keluarga.
c.
Penaburan
Beras Kuning
Setelah prosesi pemandian selesai
kegiatan yang harus dilakukan adalah penaburan beras kuning dihadapan para tamu
yang hadir. Penaburan tersebut sekaligus diartikan sebagai pemberian sedekah
sebab dalam beras kuning yang disi dalam suatu wadah tersebut bersisi uang recehan.
Uang recehan tersebut dinilai oleh masyarakat setempat memiliki keberkahan,
selain uang receh juga sisa-sisa prosesi lainnya seperti telur dan beras putih
kuning juga dipercaya sebagai pembawa berkah. Senada dengan harapan semoga bayi
dalam kandungan sang ibu juga sebagai pembawa berkah bagi keluarga. Selain itu,
beras kuning misalnya, juga dianggap membawa berkah, yakni dengan
menyebarkannya di sawah agar tanah menjadi subur. (HumasNTB, 2015)
d.
Proses Ngaha
Mangonco (Makan Rujak) dan Pangaha (Kue tradisional)
Proses Ngaha Mangonco dalam hal ini
dilakukan sebagai bentuk bentuk kesyukuran atas terlaksananya berbagai kegiatan
dalam salam loko.
Berdasarkan
keempat prosesi diatas, dapat dilihat letak asas Religio Magis. Adapun Asas
Religio Magis tersebut diantaranya adalah sbb :
1.
Prosesi
Menggelar Tujuh Lapis Sarung (Sembari Berdo’a)
Pada tahap ini masyarakat memiliki
keyakinan terhadap makna dari berbagai alat yang digunakan. Seperti dalam hal
ini Tuju Lapis sarung kemudian ditutupi dengan kain putih. Pada setiap lapis
sarung disimpan uang perak dan beras kuning. Tujuh lapis sarung sebagai simbol
tujuh lapis langit dan tujuh lapis tanah tempat manusia hdup di dunia. Tujuh
lapis sarung juga mengandung makna bahwa manusia akan mengalami kehidupan dalam
tujuh tahap yaitu masa dalam kandungan, masa bayi, masa anak – anak, masa
dewasa, masa tua, hidup di alam kubur dan yang terakhir hidup di alam baqa (
akhirat). Kain putih sebagai simbol keikhlasan seorang ibu dalam mengasuh dan
mendidik putra – putri serta dalam mengemban tugas sebagai seorang istri dan
ibu rumah tangga.
2.
Maci Oi Ndeu
(manis air mandi)
Pada Maci Oi Ndeu tersebut adapun asas religio magisnya adalah dalam pemandian
bahan yang digunakan adalah sbb : Wunta Mundu (kembang melati), Wunta
Kananga (kembang kenanga) dan wunta jampaka (kembang cempaka). Hal itu
dilakukan sebagai simbol pengharapan seluruh keluarga agar sang ibu bersama
sang bayi beserta seluruh keluarga mampu mengharumkan nama sanak saudara dan
keluarga.
3.
Penaburan
Beras Kuning
Dalam beras kuning tersebut diisi
dengan uang receh dan masyarakat meyakini uang receh tersebut mengandung
keberkahan. Selain itu, beras kuning misalnya, juga dianggap membawa berkah,
yakni dengan menyebarkannya di sawah agar tanah menjadi subur. (HumasNTB, 2015)
Prosesi yang terdapat dalam tradisi salam loko
tersebut pada dasarnya menujukan asas yang digunakan oleh masyarakat dalam
menjalani hidupnya dalam lingkungan masyarakat adat khususnya masyarakat adat
suku Mbojo.
Sumber Pustaka :
Ragawino, B.
(2008). Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat Indonesia. Abstrak.
Humas NTB. 2015. Budaya Mbojo : KirLoko
.http://humasntb.blogspot.co.id/2015/06/budaya-mbojo-kiri-loko.html pada
tanggal 18 April 2017
Budaya.Kampung.Media.
2016. Kampung Media. http://budaya.kampung-media.com/2016/09/02/kiri-loko-tradisi-tujuh-bulan-suku-mbojo-15003
Komentar
Posting Komentar